Oleh M. ridwan
daftar
isi
Halaman Sampul
Daftar Isi
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
Latar Belakang.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
A. Pengertian
Teori Akuntansi.............................................................
B. Teori
Sebagai Penalaran.................................................................
C. Unsur
dan Struktur Penalaran.........................................................
1. Asensi........................................................................................
a. Interpresansi
Asensi............................................................
b. Jenis
Asersi (pernyataan)....................................................
c. Fungsi
Asersi......................................................................
2. Keyakinan................................................................................
a. Properitas
Keyakinan.........................................................
3. Argumen..................................................................................
a. Jenis
Argumen...................................................................
b. Argumen
dan Analogi.......................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................
Kesimpulan................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akuntansi yang dipraktikkan dalam suatu wilayah negara
merupakan suatu hasil rancangan dan pengembangan untuk mencapai suatu tujuan
sosial tertentu. praktik akuntansi tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, seperti faktor sosial, ekonomi, politis, dsb. Dan hal itu
menyebabkan praktik akuntansi dalam suatu wilayah negara tertentu bisa tidak
sama dengan praktik akuntansi di negara lainnya. Untuk melaksanakan suatu
praktik akuntansi yang baik, tidak cukup hanya mempelajari akuntansi secara
praktik saja. Karena dibalik praktik akuntansi terdapat berbagai gagasan,
asumsi dasar, konsep, penjelasan, dsb, yang semuanya terangkum dalam teori
akuntansi. Teori akuntansi sendiri merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan
mengapa praktik akuntansi berjalan seperti yang ada sekarang. Di dalam praktik
akuntansi terdapat beragam permasalahan yang harus dipecahkan. Menyelesaikan
permasalahan-permasalahan tersebut tidak cukup hanya dengan mengandalkan
pengalaman semata, namun untuk mencapai praktik akuntansi yang baik dan sehat,
maka dalam menyelesaikan masalah juga diperlukan landasan teori yang sehat dan
baik pula.
Teori akuntansi merupakan bagian penting dari praktik
akuntansi. pengetahuan terhadap teori akuntansi akan mengimbangi berbagai
keterbatasan pengalaman dan kemampuan praktis dalam menyelesaikan masalah.
Dengan teori akuntansi orang akan dapat melihat suatu permasalahan dengan
perspektif yang lebih luas dan terinci, dan tanpa teori yang melandasinya,
praktik akuntansi yang baik dan sehat bisa dipastikan tidak akan tercapai.
Dalam
proses melakukan kegiatan yang berkaitan langsung dengan segalah aktifitas
pelaporan keuangan. Terkadang ada
beberapa hal permasalah yang membutuhkan titik tolak. Dari permasalahan ini
menghasilkan pandangan-pandangan baru yang di sebut dengan hipotesis. Hipotesis
yang ada membutuhkan pembuktian-pembuktian yang dapat memperkuat pernyataan
yang telah ada. Dari pernyataan tersebut membutuhkan penalaran yang sistematis
sehingga data yang disajikan sesuai dengan fakta yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Akuntansi
Istilah
teori sering di gunakan secara berbeda tergantung dalam sudut pandang apa kita
melihatnya. Teori sering di namakan dengan hipotesis atau proposisi. Proposisi
merupakan kalimat indikatif (pernyataan
tentang suatu konsep) yang memiliki nilai kebenaran jika dikaitkan
dengan suatu fenomena (misalnya, benar atau salah, mungkin benar dan
lain-lain). Proposisi yang telah melewati beberapa tahapan serta pengujian
secara empiris di sebut sebagai hipotesis.
Bentuk yang paling sederhana dari
teori adalah pernyataan terhadap sesuatu kenyakinan yang dinyatakan dalan
bahasa (logosentris). Salah satu defenisi teori yaitu sistem deduktif yang
menyatakan berkurangnya unsur generalisasi. Teori ilmiah merupakan sistem
deduktif dimana konsekuensi yang diobservasi secara logis mengikuti hubungan
antar fakta yang diobservasi dengan seperangkat hipotesis dari sistem tersebut.
Oleh karena itu, studi tentang teori ilmiah merupakan studi sistem deduktif
yang digunakan dalam teori tersebut. (Braithwaite; 1969 dalam anis dan iman
2007:29)
Dari pernyataan yang dikelontarkan oleh
Brainthwaite dapat dikatakan bahwa teori merupakan bahasa yang dinyatakan
secara logis yang telah diuji secara emperis dari pernyataan atau penomena yang
dinyakini sehingga menghasilkan suatu prediksi yang merupakan suatu hipotesis.
Jadi teori terdiri seperangkat premis atau pernyataan yang di hubungkan secara
logis untuk menghasilkan suatu hipotesis.
Jika menghubungkan kata teori dan
akuntansi dimana akuntansi merupakan proses pencatatan, pengorganisasian,
penggolongan, pengukuran, pengungkapan dan pemeriksaan terhadap aktivitas
keuangan. Jadi teori akuntansi merupakan seperngkat konsep, defenisi, dan
proposisi (pernyataan) yang saling berkaitan secara sistematis yang di ajukan
untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang terjadi dalam pelaporan
keuangan. Fenomena yang menjadi perhatian jika di pandang berdasarkan sifat positifnya adalah keputusan
atau perilaku pihak dalam hal ini user(manusia) yang berkepentingan dalam
akuntansi untuk memperkuat penalaran logis yamg melandasi praktik akuntansi
untuk menjustifikasi kelanyakan praktek, standar, atau prinsif akuntansi
tersebut.
B. Teori Sebagai Penalaran
Telah
di sebutkan pada pembahasan mengenai
pengertian teori akuntansi yang memfokuskan pada pengertian teori sebangai
suatu penalaran logis untuk menjelaskan bagaimana suatu standar akuntansi di turunkan,
dikembangkan atau dipilih. Penalaran sangat penting peranannya dalam
mempelajari teori akuntansi karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran
yang memadai. Teori akuntansi banyak melibatkan proses penilaian kelayakan dan
validitas suatu pernyataan dan argumen. Penalaran memberikan kenyakinan bahwa
suatu pernyataan atau argumen lanyak untuk di terima atau ditolak. Penalaran
logis merupakan salah satu sarana untuk memverifikasi validitas suatu teori.
Penalaran merupakan pengetahuan
tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang memjadi basis dalam dikusi ilmiah.
Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (anttitude) ilmiah yang sangat
menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah. Sikap
inilah membentengi untuk memecahkan masalah secara serampangan, subjektif,
pragmatik, dan emosional. Penalaran dalam teori akuntansi sangatlah perlu
dibahas oleh sebab itu dalam bab ini akan membahas secara khusus pengertian
penalaran dan berbagai aspeknya serta aplikasinya dalam akuntansi.
Penalaran
dapat dikatakan bahwa proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan
mengevaluasi suatu kenyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asensi
(assention). Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu penomena
atau realitas alam, ekonomik, politik, ataupun sosial. Penalaran perlu diajukan
dan dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah kenyakinan bahwa
sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran
melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan
melibatkan pulah proses penarikan simpulan/konklisi dari serangkaian pernyataan
atau asensi. Proses penurunan simpulan sebangai sustu konsekuensi logis dapat
bersifat deduktif dan induftif. Penalaran mempunyai peranan penting dalam
pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau
hipotesis.
Teori (pernyataan-pernyataan
teoritis) merupakan sarana untuk menyatakan suatu kenyakinan sedangkan
penalaran merupakan proses untuk mendukung kenyakinan tersebut. Oleh kerena
itu, kenyakinan (terhadap suatu teori atau pernyataan) berkisar antara lemah
sampai kuat sekali atau memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau
keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya bujuk atau dukungan yang di hasilkan.
C. Unsur dan struktur penalaran
Struktur dan proses penalaran
dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu: asersi (assertion), kenyakinan
(belief), dan argumen (argument).
Struktur penalaran menggambarkan ketiga konsep tersebut dalam
menghasilakan daya dukung atau bukti rasional terhadap kenyakinan tentang suatu
pernyataan.
1. Asersi
Asersi adalah suatu pernyataan
(biasanya positif) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori) adalah benar.
Bila seseorang mempunyai kepercayaan bahwa “statemen keuangan bermamfaan bagi
investor” merupakan kenyakinannya. Asersi mempunyai pungsi ganda dalam
penalaran yaitu sebagai elemen pembentuk argumen dan sebagai kenyakinan yang
dihasilkan oleh penalaran (berupa simpulan). Artinya, kenyakinan yang
dihasilakan dinyatakan dalam bentuk asersi pula. Dengan demikian, asersi
merupakan unsur penting dalam penalaran karena asersi menjadi komponen argumen
(sebagai masukan penalaran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau
mengungkapkan kenyakinan (sebangai keluaran penalaran). Asersi atau pernyataan
memuat penegasan tentang sesuatu realitas. Pada umumnya asersi dinyatakan dalam
bentuk kalimat. Berikut ini beberapa asersi dalam akuntnasi:
·
Partisispasi mempengaruhi kinerja,
·
Statemen aliran kas bermamfaat bagi investor dan
kreditor,
·
Perusahaan besar akan memiliki metoda MPKP,
·
Informasi sumber daya manusia harus dicamtumkan
di naraca,
·
Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat
pengendalian dan pengawasan yang paling handal.
Beberapa
asersi mengndung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan
beberapa (some). Asersi yang memuat pengkualifikasian semua dan tidak ada
merupakan asersi universal tetapi yang
memuat pengguantifikasi beberapa merupakan asersi spesifik. Asersi spesifik
dapat disusun dengan pengkuantifikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau
bilangan tertentu. Pengkualifikasian diperlukan untuk menentukan ketermasukan
(inclusiveness) atau keuniversalan.
a. Interpretasi
Asensi
Untuk menerima kebenaran suatu
asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa arti atau maksud esersi. Sangat
penting sekali untuk memahami arti asersi untuk menentukan kenyakinan terhadap
kebenaran asersi tersebut. Untuk
dapat memahami maksud asersi, orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang
subjek atau topik yang dibahas. Kesalahan interprentasi dapat terjadi karena
dua bentuk asersi yang berbeda, dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal
yang sangat berbeda.
b. Jenis
Asersi (pernyataan)
Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu
asersi, asersi harus didukung oleh bukti atau fakta. Untuk keperluan argumen,
suatu asersi sering dianggap benar atau diterima tanpa harus di uji dahulu
kebenarannya. Bila dikaitkan dengan fakta pendung, asersi dapat di
klasifikasikan menjadi asumsi (assumption), hipotesis (hypothesis), dan pernyataan
fakta (statement of fact).
Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun
orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara
metakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima sebagai benar untuk
keperluan diskusi atau debat.
Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau
tidak di ketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji
kebeneraunnya. Untuk disebut sebangai hipotesis, suatu asersi juga harus
mengndung kemungkinan salah. Bila tidak ada kemungkinan salah, suatu asersi
akan menjadi pernyataan fakta. Hipotesis biasanya diajukan dalam rangka
pengujian teori. Dalam pengujian ilmiah suatu teori (hipotesis), terdapat
prinsip yang disebut prinsip keterbuktisalahan (principle of falsifiability)
yang berbunyi bahwa untuk diperlakukan sebangai teori yang serius dan ilmiah,
harus dapat dibuktikan slah kalau memang kenyataannya salah. Teori yang kuat
atau yang menyakinkan adalah teori yang tidak hanya dapat dibuktikan salah
tetapi juga yang tegar bertahan tehadap segala upanya untuk membuktikan salah
(to disrpve). Prinsip ini didasarkan oleh pemikiran bahwa teori itu tidak dapat
dibuktikan benar tetapi yang dapat dibuktikan bahwa dia salah. Oleh sebab itu
pengujian teori baru (hipotesis) biasanya diarahkan untuk menyangga teori lawan
pendekatan atau strategi semacam ini dikenal sebagai pendekatan penyanggahan
ilmiah (scientific refutation)
Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang
kebenarannya diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah.
c. Fungsi
Asersi
Asersi merupaka bahan olah dalam
argumen, dalam argumen asensi dpat berfungsi sebagai premis dan konklusi.
Premis adalah asensi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi
adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi. Suatu argumen paling
tidak berisi satu primis atau konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya
merupakan asersi, konkluswi (berbentuk asersi) dalam suatu argumen dapat
menjadi premis dalam argumen lain.
Ketiga jenis asensi yang telah di
bahas dalam isi makalah ini (asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta) dapat
berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen. Dalam hal ini prinsip yang harus
dipengang adalah bahwa kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas
terendah peremis-peremis yang digunakan untuk menurunkan konklusi. Artinya,
kalau konklusi diturunkan dari serangkaian premis yang salah satu merupakan
pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipandang sebangi
pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi dibatasi oleh
kenyakinan tehadap premis.
2. Keyakinan
Kenyakinan
adalah tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa suatu pernyataan
atau teori (penjelasan) mengenai suatu penomena atau gejala (alam dan sosial)
adalah benar. Orang mendapatkan kenyakinan akan suatu pernyataan kerena dia
melakukan kepercayaan terhadap peryataan tersebut. Orang dapat dikatakan
mempunyai keyakinan yang kuat kalau dia bersedia bertindak (berpikir,
berperilaku, berpendapat, atau berasumsi) seakan-akan keyakian tersebut benar.
Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karena keyakinan menjadi objek atau
sarana penalaran dan karena keyakinan menentukan posisi (paham) dan sikap
seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi topik bahasan.
Keyakinan terhadap asersi adalah
tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa
asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh
karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang
dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti
yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar. Orang dikatakan
yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap, dan
pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut
benar.10 Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya setelah dilakukan evaluasi
terhadap asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupakan produk, hasil, atau
tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keyakinan
seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menentukan mudah-tidaknya
keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.
a. Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk
menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi konklusi penalaran.
Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat)
keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan
berargumen. Argumen dianggap berhasil kalau argumen tersebut dapat mengubah
keyakinan. Berikut ini dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam
berargumen.
Keadabenaran
Sebagai produk penalaran, untuk
dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi harus ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau
plausibilitas (plausibility)
suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau
pengetahuan yang mendasari (the
underlying knowledge) dan pada sumber asersi (the source).
Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman) biasanya menjamin kebenaran
asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang
mendasari akan menentukan plausibilitas asersi. Dalam hal sumber, autoritas
sumber menentukan plausibilitas asersi. Artinya, kalau sumber asersi diyakini
dapat dipercaya dan ahli di bidangnya (knowledgeable)
tentang topik asersi, orang akan lebih bersedia meyakini asersi daripada
kalau sumbernya tidak dapat dipercaya dan tidak ahli. Oleh karena itu,
kadang-kadang orang menyerahkan penilaian plausibilitas asersi kepada ahli
dengan pemeo “serahkan saja pada ahlinya.” Dengan pikiran ini, keyakinan
diperoleh karena keautoritatifan sumber. Mengacu argumen pada autoritas sumber
untuk mendukung kebenaran asersi disebut dengan imbauan autoritas (appeal to authority).
Bukan pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang
harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif apakah salah atau benar
dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan
kesepakatan (agreement)
oleh setiap-tiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta objektif.
Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah
karena berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan
keyakinan, plausibilitas pendapat tidak dapat ditentukan. Artinya, apa yang
benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain. Walaupun dalam kenyataannya
kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas, penalaran logis yang dibahas
di sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.
Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari
suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi mulai dari sangat
maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing).
Tingkat keyakinan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung
asersi. Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk
mengubah tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai plausibilitas suatu
asersi diperoleh.
Berbias
Selain kekuatan bukti objektif
yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan, dan kepentingan
pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan. Idealnya, dalam menilai
plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan pikiran terbuka
(open mind). Pada umumnya, bila
orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif.
Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat meyakinkan
oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap
agak atau kurang
meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula
sebaliknya.
Bermuatan nilai
Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan.
Nilai keyakinan adalah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang
atau dipertahankan
seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi
apabila perubahan keyakinan
mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai,
martabat, pendapatan
potensial, dan perilaku orang tersebut.
Berkekuatan
Kekuatan keyakinan adalah
tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada kebenaran suatu asersi.
Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang
terkandung dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran
asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua properitas keyakinan merupakan faktor
yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan seseorang.
Veridikal
Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat
kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas yang dimaksud di sini adalah apa
yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini. Veridikalitas adalah
mudah tidaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan.
Misalnya keyakinan bahwa besi yang dipanasi akan memuai lebih mudah ditunjukkan
(lebih veridikal) daripada keyakinan bahwa sistem sosialis dapat mengurangi
kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah benar suatu asersi sesuai dengan
realitas merupakan hal yang sangat pelik dan bersifat subjektif. Oleh karena
itu, untuk tujuan ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi berdasarkan
kaidah pengujian ilmiah (scientific
rules of evidence).
Berketertempaan
Ketertempaan (malleability) atau kelentukan
keyakinan berkaitan dengan mudah-tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan
adanya informasi yang relevan. Berbeda dengan veridikalitas, ketertempaan tidak
memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih
memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti.
Kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan, lamanya
keyakinan telah dipegang (baik secara pribadi maupun secara sosial/umum), dan
konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu argumen adalah
untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah.
Beberapa sifat keyakinan di atas perlu disadari mengingat bahwa tujuan argumen
adalah dalam rangka mencari kebenaran (the
search of truth) dan bukan untuk menyembunyikan kebenaran dengan cara
pengelabuhan (deception) dan
pengecohan. Jadi, tujuan argumen adalah untuk merekonsiliasi ketidaksepakatan (disagreement) untuk menemukan
kebenaran. Hal inilah yang mendasari pemikiran ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan.
Sifat-sifat keyakinan di atas menunjukkan bahwa mengubah keyakinan melalui
argumen dapat merupakan proses yang kompleks karena pengubahan tersebut
menyangkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang
menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen
sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif
dan tuntas.
3. Argumen
Argumen
adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Bila dihubungkan
dengan argumen, kenyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan pada
suatu pernyataan konklusi atas dasar pemahaman dan penilaian suatu argumen
sebagai bukti yang masuk akal. Oleh karena itu, argumen menjadi unsur penting
dalam penalaran kerena digunakan dalam membentuk, memelihara,atau mengubah
suatu keyakinan. Argumen dalam proses penalaran merupakan salah satu bentuk
bukti yang oleh Mautz dan Sharaf (1964) disebut sebagai argumentasi rasional
(rasional argumentation). Dua jenis bukti yang lain adalah bukti natural
(natural evidence) dan bukti ciptaan (created evidence). Bukti dalam bentuk
argumen rasional akan banyak diperlukan dalam teori akuntansi yang membahas
mengenai masalah konseptual khususnya bila akuntansi di pandang sebagai
teknologi dan teori akuntansi diartikan sebagai penalaran logis.
Dalam kehidupan sehari-hari,
istilah argumen sering digunakan secara keliru untuk menunjuk ketidaksepakatan,
perselisihan pendapat (dispute),
atau bahkan pertengkaran mulut. Dalam
pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif. Orang yang suka bertengkar
dan ingin menangnya sendiri akan menikmati dan memburunya tetapi orang yang
ingin mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah yang terbaik akan
menghindarinya. Dalam arti positif, argumen dapat disamakan dengan penalaran
logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi.
Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu gagasan atau pandangan,
dia biasanya menawarkan suatu argumen. Argumen dalam arti positif selalu
dijumpai dalam bacaan, percakapan, dan dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan
bagian penting dalam pengembangan pengetahuan. Agar memberi keyakinan, argumen
harus dievaluasi kelayakan atau validitasnya.
a. Jenis Argumen
Berbagai karakteristik dapat
digunakan sebagai basis untuk mengklasifikasi argumen. Misalnya argumen
dibedakan menjadi argumen langsung dan tak langsung, formal dan informal, serta
meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjau dari bagaimana penalaran (reasoning) diterapkan untuk
menurunkan konklusi merupakan klasifikasi yang sangat penting dalam pembahasan
makalah ini. Dalam hal ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif
dan induktif.
Argumen Deduktif
Argumen atau penalaran deduktif
adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang
disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen
deduktif disebut juga argumen logis (logical
argument) sebagai pasangan argumen ada benarnya (plausible argument). Argumen
logis adalah argumen yang asersi konklusinya tersirat (implied) atau dapat diturunkan/dideduksi dari (deduced from) asersi-asersi lain
(premis-premis) yang diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premispremisnya
benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi tidak selalu berarti
bahwa konklusi merefleksi realitas (truth).
Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti
fisis/langsung/empiris berupa fakta. Salah satu bentuk penalaran deduktif
adalah suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma terdiri atas tiga
komponen yaitu premis major (major
premise), premis minor (minor premise), dan konklusi (conclusion).
Dalam silogisma, konklusi akan
benar bila kedua premis benar dan premis minor menegaskan anteseden (disebut
pola modus ponens) atau premis
minor menyangkal konsekuen (disebut pola modus
tollens). Jadi, konklusi mengikuti kedua premis secara logis. Penalaran
deduktif lebih dari sekadar silogisma karena penalaran deduktif dan
unsur-unsurnya (asersi-asersi) akan membentuk argumen untuk mengubah suatu
keyakinan. Misalnya, keyakinan bahwa penilaian aset atas dasar kos sekarang
lebih relevan dari pada kos historis. Contoh lain adalah keyakinan bahwa
istilah biaya lebih tepat dari pada beban sebagai padan kata expense.
Penalaran deduktif dalam
akuntansi digunakan untuk memberi keyakinan tentang simpulan-simpulan yang
diturunkan dari premis yang dianut. Dalam teori akuntansi, premis major sering
disebut sebagai postulat (postulate).
Sebagai penalaran logis, argumen-argumen yang dihasilkan dengan pendekatan
deduktif dalam akuntansi akan membentuk teori akuntansi. Semua premis dan
konklusi berbentuk suatu pernyataan atau penegasan yang semuanya merupakan
asersi. Dalam akuntansi, premis major dapat berasal dari konklusi penalaran
deduktif.
Penalaran deduktif untuk suatu
masalah menghasilkan argumen untuk masalah tersebut. Oleh karena itu, penalaran
dalam akuntansi dapat menjadi panjang
dan terdiri atas beberapa argumen. Apakah suatu argumen
cukup meyakinkan?
Dengan kata lain, bersediakah orang menerima kebenaran konklusi. Untuk menjawab ini, perlu dinilai
apakah struktur penalaran logis dan
premis-premisnya dapat diterima (dapat
dipercaya sebagai benar).
Argumen Induktif
Penalaran ini berawal dari suatu
pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir dengan pernyataan umum yang
merupakan generalisasi dari keadaan khusus
tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan
argumen logis (logical
argument), argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada
benarnya (plausible argument). Dalam
argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis. Dalam argumen ada
benarnya (plausible), konklusi
merupakan generalisasi dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk
meyakinkan bahwa probabilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atau sebaliknya,
ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely). Karena konklusi (generalisasi) didasarkan pada
pengamatan atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif disebut
pula generalisasi empiris (empirical
generalization). Akibat generalisasi, hubungan antara premis dan
konklusi dalam penalaran induktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan
dalam penalaran deduktif. Dalam penalaran deduktif, kebenaran premis menjamin
sepenuhnya kebenaran konklusi asal penalarannya logis. Artinya, jika semua
premis benar dan penalarannya logis, konklusi harus benar (disebut necessary implication dan oleh
karenanya necessarily true).
Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya
kebenaran konklusi. Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan
(probabilitas) tertentu. Artinya, jika premis benar, konklusi tidak selalu
benar (not necessarily true).
b.
Argumen dengan Analogi
Argumen induktif sebenarnya
merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif. Salah satu penalaran
nondeduktif lainnya adalah argumen dengan analogi (argument by analogy).
Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang menurunkan konklusi atas dasar
kesamaan atau kemiripan (likeness) karakteristik,
pola, fungsi, atau hubungan unsur (sistem) suatu objek yang disebutkan dalam
suatu asersi. Analogi bukan merupakan suatu bentuk pembuktian tetapi merupakan
suatu
sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai
kebolehjadian untuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas
dasar analogi belum tentu benar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Praktik yang sehat harus
dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang sehat harus dilandasi oleh
penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang
memadai. Penalaran merupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk
membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi. Unsur-unsur penalaran
adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi antara ketiganya merupakan
bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan teori. Asersi
merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar atau penegasan tentang suatu
realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu
pernyataan. Argumen adalah proses penurunan simpulan atau konklusi atas dasar
beberapa asersi yang berkaitan secara logis. Asersi dapat dinyatakan secara
verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta merupakan jenis
tingkatan asersi. Jenis tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan
asersi yang terendah. Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran.
Keyakinan mengandung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan
pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan, veridikal,
dan tertempa.
Argumen bertujuan untuk mengubah
keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri
atas beberapa asersi yang berfungsi sebagai premis dan konklusi. Argumen dapat
bersifat deduktif dan nondeduktif (induktif dan analogi). Argumen deduktif
berawal dari pernyataan umum dan
berakhir dengan suatu pernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini
terdiri atas tiga tahap yaitu: penentuan premis, proses deduksi, dan penarikan
konklusi. Kelengkapan, kejelasan,kesahihan, dan keterpercayaan merupakan
kriteria validitas konklusi yang diturunkan atas dasar penalaran deduktif.
Argumen induktif berawal dari
suatu keadaan khusus dan berakhir dengan pernyataan umum berupa konklusi
sebagai hasil generalisasi. Berbeda dengan penalaran deduktif yang kebenaran
konklusinya merupakan konsekuensi logis (pasti
benar atau takbenar), penalaran induktif menghasilkan konklusi yang boleh jadi benar atau takbenar. Bila premis benar, konklusi penalaran
deduktif harus (necessarily) benar
sedangkan konklusi penalaran induktif tidak harus (not necessarily) benar atau boleh jadi benar.
Di samping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula
argumen dengan analogi dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk
menurunkan simpulan dengan analogi. Analogi bukan merupakan pembuktian tetapi
lebih merupakan alat untuk menjelaskan atau klarifikasi. Argumen penyebaban
bertujuan untuk meyakinkan bahwa suatu gejala timbul karena gejala yang lain
atau perubahan suatu variabel diakibatkan oleh perubahaan variabel tertentu.
Keyakinan tentang adanya penyebaban dapat dicapai kalau tiga kriteria
penyebaban dipenuhi yaitu: adanya kovariasi, adanya urutan kejadian, dan
tiadanya faktor lain selain faktor sebab yang diamati.
Karena tujuan argumen adalah
untuk mengevaluasi dan mengubah keyakinan, ada kalanya argumen yang jelek dapat
meyakinkan banyak orang. Orang
sering terkecoh oleh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan
atau salah nalar adalah argumen yang dapat membujuk meskipun penalarannya
mengandung cacat. Kecohan dapat terjadi akibat stratagem atau akibat salah
logika. Stratagem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu
pernyataan, konklusi, atau posisi selain dengan mengajukan argumen yang valid.
Cara-cara ini dapat berupa persuasi taklangsung, membidik orangnya,
menyampingkan masalah pokok, misrepresentasi, imbuan cacah, imbauan autoritas,
imbauan tradisi, dilema semu, dan imbuan emosi. Pada umumnya stratagem
digunakan dengan niat semata-mata untuk memenangkan posisi dan bukan untuk
mencari solusi yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar