adf.ly

Selasa, 06 Maret 2012

contoh makalah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang dan Permasalahan
Perkembangan dunia pariwisata telah mengalami berbagai perubahan baik perubahan pola, bentuk dan sifat kegiatan, serta dorongan orang untuk melakukan perjalanan, cara berpikir, maupun sifat perkembangan itu sendiri.[1] Pariwisata merupakan industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor lain di dalam negara penerima wisatawan. Di samping itu pariwisata sebagai suatu sektor yang kompleks meliputi industri-industri seperti industri kerajinan tangan, industri cinderamata, penginapan dan transportasi.[2] Sebagai industri jasa yang digolongkan sebagai industri ketiga, pariwisata cukup berperan penting dalam menetapkan kebijaksanaan mengenai kesempatan kerja, dengan alasan semakin mendesaknya tuntutan akan kesempatan kerja yang tetap sehubungan dengan selalu meningkatnya wisata di masa yang akan datang.[3]
Sektor pariwisata saat ini menjadi salah satu sektor unggulan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam mendapatkan devisa negara. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan pariwisata ke Indonesia khususnya ke Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencanangkan program Visit West Java 2008. Program ini dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Propinsi Jawa Barat dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan sektor pariwisata. Untuk menyukseskan program tersebut perlu diikuti dengan kesiapan dari seluruh daerah Provinsi Jawa Barat. Kesiapan tersebut dapat dilakukan dengan membangun dan mengembangkan potensi sumber daya yang ada di daerah.[4]
Kabupaten Kuningan adalah salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Jawa Barat. Prioritas utama Pemerintah Kabupaten Kuningan adalah menjadikan sektor pariwisata dalam pembangunan kepariwisataan pada objek dan daya tarik wisata, serta penggalian objek wisata. Kabupaten Kuningan menjadikan sektor pariwisata ini sebagai andalan perekonomian daerah yang berbasiskan sumber daya alam, budaya yang lestari dan agamais.[5]
            Kabupaten Kuningan memiliki latar belakang sejarah yang unik dan panjang. Keberadaan komunitas manusia pertama yang terorganisasi dan menetap di wilayah Kabupaten Kuningan berlangsung pada 2500-1500 SM. Pada masa sejarah yang dicirikan olah adanya budaya tulisan, sistem kemasyarakatan paling awal yang ditemukan di Kabupaten Kuningan adalah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Sang Pandawa atau Sang Wiragati pada Tahun 612-702 M dengan keyakinan resmi yang dianut Hindu. Perkembangan daerah dan masyarakat Kuningan selanjutnya ditandai oleh silih bergantinya pemerintahan lokal yang secara umum dapat dibagi ke dalam empat pembabakan besar, yaitu pada masa pemerintahan Hindu dan Islam, masa kolonial, dan masa setelah kemerdekaan.[6] Pada masa pemerintahan Hindu tercatat bahwa pada tahun 732 M, seorang tokoh masyarakat mendirikan kerajaan di wilayah Kuningan yang baru meliputi beberapa daerah pada waktu itu. Tahun tersebut menandai adanya pemerintahan resmi di wilayah Kuningan.[7]
Masa perkembangan Islam di Kabupaten Kuningan ditandai oleh upaya penyebaran Islam oleh Syarif Hidayatullah yang dilakukan pertama kali ke wilayah Luragung. Pada masa tersebut berlangsung momentum penting yaitu pengukuhan Pangeran Kuningan yang merupakan anak didik Syarif Hidayatullah, menjadi kepala pemerintahan Kuningan pada tanggal 1 September 1498 dengan gelar Pangeran Ariya Adipati Kuningan. Tanggal ini telah ditetapkan sebagai hari berdirinya Kuningan (hari jadi Kuningan) yang selalu diperingati setiap tahun sampai dengan sekarang.[8]
Masa kolonial diawali dengan munculnya pengaruh politik dan militer dari Belanda yang melakukan ekspansi ke wilayah Indonesia. Dalam masa kolonial ini, kepemimpinan pemerintahan lokal-pribumi tetap dipertahankan dengan diposisikan di bawah kendali pemerintahan kolonial. Ketika Belanda masuk dan menjajah Indonesia, terjadi perubahan sistem pemerintahan, pada tahun 1809 pemerintah kolonial Belanda menghapus sistem raja (sultan). Abdi kerajaan dijadikan pegawai raja Belanda dengan pangkat bupati dan di bawah bupati ada Wedana yang tunduk pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Perubahan ini menandai berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan Kuningan dari tahun 1650-1800. Hal ini terkait dengan dimulainya periode kejayaan VOC di Pulau Jawa termasuk daerah Cirebon dan sekitarnya. Daerah Kuningan dipecah menjadi beberapa kewedanan yang meliputi beberapa kecamatan.[9]
Setelah kemerdekaan terhitung semenjak rakyat Indonesia memproklamasirkan diri sebagai bangsa yang merdeka yaitu pada tahun 1945 terdapat dua versi kepemimpinan di Kabupaten Kuningan, karena Belanda belum mau melepaskan cengkramannya. Pada tahun 1946, Desa Ciwaru menjadi tempat pemerintahan sementara Karesidenan Cirebon dalam menghadapi Agresi ke I oleh Belanda yang telah menguasai Cirebon dan Kuningan.[10]
            Dari sisi peran terhadap wilayah di sekitarnya, sejarah sejak masa karajaan hingga masa kolonial menunjukkan bahwa Kuningan lebih banyak memainkan peran sebagai penyangga atau penyokong dari wilayah di sekitarnya, khususnya wilayah Cirebon. Pada masa tersebut, sokongan terutama berupa dukungan pertahanan militer dari ancaman ekspansi dari pemerintash wilayah lain. Selain itu sokongan yang diberikan juga berupa dukungan ekonomi terhadap wilayah induknya.[11]
Pada masa itu Kuningan merupakan wilayah yang difungsikan sebagai penyedia sumberdaya air untuk budidaya pertanian di wilayah utara dan sebagai penyedia jasa kenyaman lingkungan untuk peristirahatan. Sebagai wilayah dengan akar sejarah yang panjang serta telah mengembangkan identitas kemasyarakatan yang unik dan memiliki potensi yang memadai maka Kuningan ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Lingkungan Provinsi Jawa Barat.[12]
            Kabupaten Kuningan merupakan daerah agraris, dengan bentang alamnya yang berbukit dan berlereng. Bagian utara dan Barat Kabupaten Kuningan berhawa sejuk, makin ke timur dan ke selatan suhu udara cukup panas.[13] Banyak areal yang masih alami menjadikan Kabupaten Kuningan memiliki banyak tempat wisata  yang bernuansa alami sehingga dapat dikembangkan wisata yang berbasis alam, Kabupaten Kuningan juga memiliki tempat wisata budaya sejarah seperti bangunan bersejarah Gedung Perundingan Linggajati.[14]
Mengenai nama Linggajati terdapat berbagai versi. Dalam publikasi resmi dan media cetak di permulaan tahun-tahun revolusi, banyak yang menyebut desa ini dengan kata Linggarjati, sehingga pada waktu itu di berbagai surat kabar maupun majalah seringkali disebut adanya Perundingan Linggarjati. Gedung tempat digunakannya untuk perundingan dikenal sebagai Gedung Perundingan Linggarjati. Hal ini sampai sekarang belum ada kesatuan pendapat. Dalam publikasi maupun buku-buku sejarah ada yang memakai nama Linggarjati dan ada pula yang mempergunakan nama Linggajati.[15] Akan tetapi pemerintah Kabupaten Kuningan dan masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Linggajati.[16]
Pariwisata Kabupaten Kuningan ini sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dapat mendatangkan banyak wisatawan baik wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Untuk dapat mengembangkan dan memajukan kegiatan wisata tersebut diperlukan sebuah pengelolaan yang baik dengan didukung oleh sumber daya manusia yang ahli di bidang pariwisata.[17]
Dalam upaya peningkatan dan pengelolaan sumber daya alam tata ruang dan lingkungan hidup, sektor pariwisata dan kebudayaan dapat dijadikan sektor andalan perekonomian daerah yang berbasiskan sumber daya alam dan budaya yang lestari dan agamis. Oleh karena itu dalam pengelolaannya harus memiliki daya saing tersendiri yang dapat menuju Kabupaten Kuningan menjadi daerah tujuan wisata di Jawa Barat.[18]
Banyak dan tersebarnya sumber daya alam dan khasanah budaya yang dapat mendukung keberhasilan pengelolaan kepariwisataan dapat dijadikan bahan guna menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan melibatkan sumber daya manusia yang handal menuju pertumbuhan perekonomian rakyat dan kesejahteraan masyarakat. Bahwa pengelolaan sektor pariwisata, pemerintah Kabupaten Kuningan tidak bisa berdiri sendiri melainkan bekerjasama dengan pihak swasta sebagaimana yang berjalan sekarang ini namun harus ada peningkatan. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang diperlukan dalam pengelolaan pariwisata. Oleh karena itu sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Kuningan dapat dimanfaatkan dan direkrut untuk melakukan pengelolaan pariwisata di daerahnya, hal ini harus ditunjang oleh pendidikan dan keterampilan di bidang pariwisata[19]
Sebagaimana dimaklumi bahwa Kabupaten Kuningan merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki kesuburan dan keindahan alam, kekayaan seni budaya serta berhawa sejuk. Karena terletak di kaki Gunung Ciremai, sebuah Gunung yang tertinggai di Jawa Barat. Obyek wisata alam dan sumber air yang ada di beberapa tempat merupakan modal dasar yang tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai tradisi dan budaya yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang bercorak agraris. Sehingga praktis obyek pariwisata yang ada di Kabupaten Kuningan kebanyakan merupakan Objek Wisata Tirta (Air). Kabupaten Kuningan menjadi terkenal karena peristiwa sejarahnya melalui Perjanjian Linggajati.[20]
Salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Barat dan Kabupaten Kuningan pada khususnya adalah Gedung Perundingan Linggajati yang merupakan gedung bersejarah di Indonesia. Gedung yang terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus ini merupakan salah satu warisan budaya nasional yang tinggi nilainya. Desa Linggajati merupakan sebuah Desa kecil yang berada di salah satu wilayah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Praktis desa kecil ini dikenal oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dan dunia, pada saat dilaksanakannya Perundingan Linggajati, pada tanggal 11-13 November 1946. Perundingan ini dianggap sebagai perundingan yang sangat penting, karena berhubungan erat dengan eksistensi Pemerintah Indonesia di mata dunia pada waktu itu, baik secara de facto dan de jure dipertaruhkan.[21]
Hawa sejuk dan damai akan kita rasakan ketika mulai memasuki pelataran Gedung Perundingan Linggarjati. Bangunan kuno dan megah yang dikelilingi oleh taman yang asri, dengan suasana yang tidak terlalu ramai, semakin menambah penghayatan suasana Linggajati. Luas kompleks Linggajati kurang lebih 2,4 hektare, sepertiga dari luas tersebut merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk perundingan. Sebelum menjadi Museum Perundingan Linggajati bangunan ini berupa gubuk milik Ibu Jasitem dan dengan proses yang panjang gedung tersebut pada tahun 1976 menjadi Gedung Perundingan Linggajati, karena pada tanggal 11-13 November 1946 terjadi sebuah Perundingan antara delegasi Belanda dan delegasi Indonesia.[22]
Gedung yang terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus ini merupakan salah satu warisan bangunan sejarah nasional yang tinggi nilainya. Di kawasan Linggajati ini terdapat desa yang didukung oleh kelebihan sumber daya yang ada di desa tersebut yang sangat menunjang untuk pengembangan kegiatan pariwisata di sekitarnya. Pariwisata merupakan salah satu andalan Kabupaten Kuningan karena kontribusi obyek wisata tidak hanya menambah Pendapatan Asli daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Kuningan, tetapi juga membuka lapangan usaha yang sekaligus meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di sekitar obyek wisata. Selama ini kawasan Linggajati telah dikenal wisatawan domestik bahkan mancanegara sebagai tujuan wisata dengan keindahan panorama alam. Beberapa hotel pun telah berdiri di kawasan itu dengan berbagai kelengkapan fasilitas yang memadai. [23]
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung memberi, menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga mambawa dampak terhadap masyarakat setempat.[24] Pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat antara lain sosial ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Selain itu industri pariwisata tidak hanya terkait pada atraksi wisata, tetapi juga terkait dengan industri lain, seperti perhotelan, restoran, angkutan (darat, laut, dan udara) dan produk-produk industri lainnya.[25]
Perkembangan pariwisata dewasa ini sangat pesat dan memberikan peluang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Untuk itu pembangunan pariwisata terus dipacu dan pemerintah mempunyai keyakinan bahwa pariwisata dapat menjadi sektor andalan menggantikan minyak dan gas bumi yang selama ini menjadi tumpuan pemerintah dalam menunjang penerimaan negara. Melihat kondisi demikian, maka Pemerintah Kabupaten Kuningan dewasa ini sedang memacu pembangunan sektor pariwisata, hal ini terlihat dengan adanya upaya Pemerintah Daerah dalam melakukan pengembangan. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan kondisi alam yang sebagian besar merupakan pegunungan dan perbukitan dengan puncak ketinggian Gunung Ciremai mencapai 3.078 m. Hanya sebagian kecil wilayah Kabupaten Kuningan yang merupakan dataran rendah yang terkonsentrasi di wilayah Kuningan timur dan tengah.
Kondisi alam yang seperti itu tentunya sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai aset pariwisata. Selain itu pula, Kabupaten Kuningan masih memiliki seni dan tradisi budaya tradisional yang sampai saat ini tetap terjaga keasliannya. Gedung Perundingan Perundingan Linggajati sebagai salah satu saksi sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia, tak kalah menariknya pula untuk menjadi objek wisata. Tidak jauh dari Gedung Perundingan Linggajati, tersedia juga objek wisata alam sebagai pelengkap wisata. Tempat tersebut terdiri dari taman-taman dengan pohon-pohon yang rindang dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang lain. Seperti kolam renang, danau buatan dan tersedia juga pondok-pondok penginapan bagi pengunjung yang ingin menginap di tempat tersebut dan juga tak kalah dengan air panas alaminya yang masih di Kabupaten Kuningan[26]
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kabupaten Kuningan, Drs. H. Yayan Sopyan mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pemerintah mempunyai program untuk meningkatkan sektor pariwisata menjadi salah satu aset andalan daerah. Selain itu, pemerintah pun memiliki misi untuk menjadikan pariwisata alam daerah menjadi yang terdepan, paling tidak di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.[27]
Pengelolaan pariwisata alam daerah untuk menjadi yang terdepan di wilayah Linggajati (Jawa Barat) dengan mengoptimalkan pendayagunaan pariwisata daerah, meningkatkan daya saing pariwisata, dan menempatkan sebagai tujuan wisata utama di Jawa Barat. Untuk mewujudkan program tersebut, pemerintah telah menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain, meningkatkan sarana dan prasarana yang diarahkan pada pembangunan dan peningkatan prasarana penunjang secara optimal di kawasan wisata, serta peningkatan sarana prasarana wisata di objek untuk meningkatkan tarik wisata.[28]
Langkah selanjutnya, diarahkan pada pendayagunaan dan pemantapan perencanaan pembangunan pariwisata daerah secara konprehensif, untuk meningkatkan promosi pariwisata daerah ke lingkup regional, nasional dan internasional serta meningkatkan pendayagunaan potensi pariwisata alam, budaya, sejarah dan pembangunan dan juga meningkatkan pengelolaan pariwisata ke arah yang lebih profesional. Untuk meningkatkan daya tarik pariwisata di Kuningan khususnya kawasan Linggajati, pihaknya perlu juga melihat sisi lain yaitu tetap menjaga budaya masyarakat Kuningan yang tetap menjungjung tinggi norma dan moral agama.[29]
Potensi wisata yang ada di Kabupaten Kuningan sangat besar, akan tetapi belum seluruhnya dikelola secara profesional, sehingga dapat bermanfaat dalam menunjang penerimaan daerah dan terutama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam hal ini sangat berkepentingan terhadap upaya pengembangan pariwisata daerah. Maka sebagai pihak yang memiliki peran sebagai fasilitator secara tidak langsung peran yang disandang tersebut sangat strategis dalam mewujudkan upaya-upaya ke arah pengembangannya.[30]
Perencanaan strategis merupakan salah satu dari sekian jenis perencanaan, merupakan suatu perencanaan yang perlu dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menentukan strategi-strategi yang efektif untuk digunakan dalam mengembangkan sektor ini, karena lebih bersifat komprehensif dalam arti lebih memfokuskan pada analisis lingkungan secara keseluruhan, baik lingkungan eksternal, maupun lingkungan internal. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diungkapkan permasalahan dari adanya wisata di kawasan Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan dan pengembangannya dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2006 yaitu :
1.       Faktor apa saja yang mendukung dan mendorong kawasan Linggajati menjadi kawasan wisata?
2.       Bagaimanakah proses terbentuknya kawasan Linggajati menjadi kawasan wisata?
3.       Bagaimanakah pengelolaan Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam proses pengembangan wisata kawasan Linggajati?

B.     Ruang lingkup
Dalam pembahasan suatu karya ilmiah, ruang lingkup mutlak diperlukan mengingat luasnya masalah dalam kehidupan masyarakat. Permasalahan yang ada sudah sewajarnya dibatasi sesuai topik yang diangkat, oleh karena itu sangat dibutuhkan ruang lingkup. Ruang lingkup juga membantu agar tidak terjerumus ke dalam pembahasan yang terlalu luas.[31] Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi pada tiga ruang lingkup yaitu ruang lingkup temporal, ruang lingkup spasial, dan ruang lingkup keilmuan.
1.       Ruang Lingkup Spasial
Lingkup spasial yaitu batasan wilayah penelitian dilaksanakan. Ruang lingkup spasial dalam proposal ini dibatasi pada wilayah Kuningan, khususnya Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Alasan pengambilan wilayah ini menjadi setting dalam penulisan skripsi ini karena desa ini mempunyai lingkungan yang mendukung dan kondusif untuk dijadikan sebagai bahan penelitian. Desa Linggajati mempunyai keunikan dan ciri khas yang jarang dipunyai oleh desa-desa lain karena desa yang berfungsi sebagai tempat pemukiman penduduk juga berfungsi sebagai tempat wisata, dan pendidikan. Keunikan Desa Linggajati ini yang mempunyai banyak potensi salah satunya yaitu terdapat bangunan bersejarah Gedung Perundingan Linggarjati dan mempunyai lahan Gunung Ciremai. Tujuan pengembangan Desa Linggajati yang masuk dalam wilayah kawasan Cilimus, Kabupaten Kuningan tercantum dalam Rencana Induk Pariwisata Kabupaten Kuningan, yaitu sebagai kawasan pengembangan produk wisata yang berbasis pada wisata budaya peninggalan sejarah dan pengembangan wisata ekologi-budaya pedesaan sebagai pendukung.

2.       Ruang Lingkup Temporal
Lingkup temporal atau pembatasan waktu pembahasan dalam skripsi ini yaitu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2006. Ibarat sungai, Linggajati merupakan salah satu mata air yang mengaliri sungai tersebut, sehingga air mengalir terus sampai ke hilir dan akhirnya bermuara di laut membentuk lautan yang luas dengan segala kekayaaan alamnya. Begitupun dengan Linggajati, merupakan bagian yang
sangat penting dari perjalanan sejarah Bangsa Indonesia.
            Alasan pembatasan sampai tahun 2006 yaitu adanya Pemerintah Kabupaten Kuningan melakukan pengembangan penataan disekitar kawasan Linggajati, seperti dibangunnya lapangan terbuka untuk menunjang kepariwisataan di Kabupaten Kuningan, khususnya kawasan Linggajati, adanya perbaikan-perbaikan jalan disekitar kawasan.

3.       Ruang Lingkup Keilmuan
Penulis memilih tema ini sesuai dengan bidang keilmuan yaitu Ilmu Sejarah dengan pokok kajian sejarah sosial budaya dan manajemen pariwisata dengan konsentrasi pada keberadaan kawasan Cilimus khususnya Desa Linggajati yang telah membawa perubahan dan peningkatan dalam pembangunan desanya bahkan pada Pemerintah Kabupaten Kuningan. Penulis berharap karya ini bermanfaat bagi pengetahuan masyarakat yang ingin mengetahui sejarah Desa Linggajati sehingga menjadi terkenal akan kepariwisataannya karena terdapat gedung bersejarah, yaitu Gedung Perundingan Linggarjati.

C.    Tinjauan Pustaka
Pustaka pertama yang digunakan adalah Dasar-Dasar Pariwisata.[32] Dalam buku ini diuraikan tentang gambaran konsep awal disiplin ilmu pariwisata yang pada akhirnya akan menuju pada pola pengembangan pariwisata. Buku ini membahas tentang perencanaan produk wisata yang tidak lepas dari organisasi-organisasi pariwisata yang bertujuan untuk pengembangan pariwisata dengan melihat potensi pasaran wisata.
Buku Dasar-Dasar Pariwisata dimaksudkan untuk memenuhi kebutuha pariwisata. Dalam buku ini mengupas tentang pengertian pariwisata, berbagai macam bentukdan komponen perjalanan wisata, perencanaan produk wisata, pariwisata sebagai kegiatan ekonomi sampai dengan kebijaksanaan pengembangan pariwisata di Indonesia. Buku ini dapat memberikan acuan dan dapat digunakan sebagai pelengkap.
            Pustaka kedua yang digunakan adalah Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya yang ditulis oleh James J. Spillane.[33] Dalam buku ini diuraikan tentang apa sebenarnya pariwisata itu dan mengapa pariwisata itu penting. Pariwisata dikatakan sebagai industri yang menarik dengan sifat-sifatnya yang khusus dan konsep-konsep pokok dari bidang ekonomi yang mempengaruhi industri yang bersangkutan. Menurutnya pariwisata digolongkan sebagai industri ketiga (tertiary industry) yang cukup penting peranannya dalam ikut menetapkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan penyediaan kesempatan kerja. Aspek lain yang dianggap penting dalam kegiatan ekonomi ialah pembangunan daerah melalui kegiatan pariwisata. Pustaka ini juga membahas tentang berbagai hal yang menyangkut masalah kepariwisataan secara sistematis dan mengetengahkan perkembangan industri pariwisata, aspek-aspek ekonomis pariwisata, memberikan evaluasi penilaian terhadap pariwisata serta kemungkinan-kemungkinan perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi. Buku ini dapat memberikan acuan dan dapat digunakan sebagai pembanding.
            Acuan yang ke tiga adalah Sosiologi Pariwisata.[34]. Buku ini ditulis oleh I Gede Pitana dan Putu Gayatri, pentingnya kajian sosiologi terhadap pariwisata nampak semakin jelas apabila tipe kepariwisataan yang dikembangkan adalah pariwisata budaya karena sebagaimana disebutkan pariwisata budaya mempunyai ciri yaitu pariwisata budaya melibatkan masyarakat lokal secara lebih luas dan lebih intensif karena kebudayaan yang menjadi daya tarik utama pariwisata melekat pada masyarakat itu sendiri.
            Kelebihan buku ini adalah ekspose kebudayaan lokal pariwisata secara intensif juga berpeluang melunturkan keaslian kebudayaan dan keasliannya hanya bisa didapatkan pada back stage. Kegiatan ini akan mendorong wisatawan untuk mencari keaslian. Relevansi dengan penulisan skripsi ini adalah pariwisata suatu kegiatanyang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat dan pariwisata disekitarnya.
Capita Selecta Museografi dan Museologi jilid III  yang di tulis oleh DRS. Moh. Amir Sutaarga.[35] Buku ini sebagai acuan yang keempat membahas secara garis besar tentang sistem permuseuman; program pembinaan dan pengembangan permuseuman; persiapan pendirian museum ilmu dan teknologi; pendidikan dan pelatihan tenaga teknis permuseuman; serta bagaimana proses pengembalian benda budaya ke negara asalnya. Hasil penulisan buku ini dapat dikatakan sebagai sebuah buku yang baik meskipun tidak menutup adanya kekurangan. Hingga saat ini buku tersebut menjadi acuan dalam melakukan penelitian-penelitian yang berkenaan dengan masalah permuseuman khususnya di kalangan akademisi maupun pemerintah.
Acuan yang digunakan oleh Moh. Amir Sutaarga dalam menyusun karangannya masih menggunakan bahasa jurnalistik dan sulit untuk dipahami, kata-kata yang digunakan juga masih banyak yang bercampur dengan bahasa asing yaitu bahasa Inggris, selain itu daftar pustaka sebagai dasar penulisan karya ilmiah juga tidak disebutkan atau ditulis.
            Pustaka pendukung dari penelitian skripsi ini antara lain, Pengelolaan Obyek-obyek Wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Jawa Barat yang disusun oleh Azrul Reza Rifqi Amiruddin,[36] Gedung Naskah Linggajati Sebagai Salah Satu Penunjang Pariwisata di Kabupaten Kuningan yang disusun oleh Neni Triana,[37] dan Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Tahun 1987-2003), disusun oleh Adienda Indra Dian Maya[38]
Karya tulis yang pertama membahas tentang gambaran umum tentang pariwisata Kabupaten Kuningan, dasar hukum, objek dan daya tarik wisata Kabupaten Kuningan, seni dan budaya daerah potensi-potensi yang ada pada Kabupaten Kuningan, khususnya di desa Linggajati. Selain itu, penelitian ini juga menguraikan tentang pengembangan wisata yang ada di Kabupaten Kuningan, sesuai dengan potensi sumber daya pariwisata. Dalam mengembangkan desa wisata yang memberdayakan masyarakat setempat. Penelitian ini sangat relevan dengan permasalahan yang ingin dibahas dalam skripsi ini. Perbedaan penelitian tersebut dengan skripsi ini adalah dari segi ruang lingkup temporal dan penulisan. Ruang lingkup temporal penelitian tersebut tidak terfokus dalam satu bentang waktu karena penelitian ini bersifat masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan usaha pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah khususnya pelestarian benda cagar budaya.
Karya Tulis berikutnya sebagai pelengkap dalam penulisan skripsi ini adalah karya tulis ini membahas tentang Gedung Linggajati yang dijadikan sebagai salah satu penunjang pariwisata. Dalam karya ilmiah ini pembahasan tentang Gedung Linggajati hanya secara umum. Penulis menggunakan karya ilmiah ini sebagai tinjauan pustaka sebagai pelengkap, karena dalam karya tulis ini membahas tentang pengelolaan dan pemeliharaan, juga adanya kebijakan pemerintah dalam upaya pelestarian Gedung Linggajati.
            Rujukan terakhir berbentuk skripsi yang digunakan penulis sebagai pembanding yang berjudul Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Tahun 1987-2003). Skripsi ini membahas tentang pengembangan suatu desa bernama Desa Candirejo karena adanya bangunan Benda Cagar Budaya, yaitu Candi Borubudur. Proses perkembangan Desa Candirejo menjadi desa wisata mendapat banyak dukungan dari adanya program-program pemerintah pusat sampai daerah, program-program dari lembaga non pemerintah yang terkait dan sosok pemimpin Desa Candirejo sendiri. Pengembangan wisata di Desa Candirejo semakin terasa setelah Desa Candirejo diresmikan sebagai desa wisata pada tanggal 18 April 2003 oleh Menteri Pariwisata dan Budaya I Gde Ardhika. Penulis menjadikan skripsi ini untuk pembanding karena di Linggajati juga terdapat Benda Cagar Budaya yaitu Gedung Perundingan Linggajati dan juga di Desa Linggajati pada tanggal 12 Oktober 2003 Desa Linggajati diresmikan sebagai desa wisata.

D.    Kerangka Konseptual dan Pendekatan
Dalam penelitian sejarah diperlukan peralatan berupa pendekatan yang relevan untuk membantu mempermudah usaha dalam mendekati realitas masa lampau. Masalah teori merupakan bagian dari pokok ilmu sejarah, untuk melakukan analisis pengkaji memerlukan alat-alat yang dibutuhkan untuk memudahkan analisis. Langkah yang sangat penting dalam membuat analisis sejarah yaitu menyediakan suatu kerangka pemikiran yang mencangkup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis.[39]
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan atau konsep manajemen pariwisata. Menurut Salah Wahab, dalam kepariwisataan harus terdapat penataan dan pengorganisasian yang dijalankan menurut konsep-konsep manajemen dan pemasaran jika ingin meningkatan pariwisata. Manajemen itu meliputi lima unsur, yaitu pengorganisasian, perencanaan, motivasi, penempatan personal dan penggerakkannya, serta koordinasi dan pengawasan. Fungsi manajemen ini dapat diterapkan pada setiap jenis usaha dalam bidang perindustrian, pertanian, jasa-jasa atau pariwisata. Akan tetapi, ketiga alat utama manajemen adalah keuangan, produksi, dan pemasaran.[40] Konsep ini berfungsi untuk melihat bagaimana pengembangan wisata Linggarjati dan kegiatan kepariwisataan yang dilakukan oleh pengelola wisata tersebut. Kegiatan ini meliputi administrasi, promosi, dan pemasaran wisata, termasuk juga pengembangan produk wisatanya yang masih bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.
Sementara itu, untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai penulisan skripsi ini, terlebih dahulu perlu mengetahui beberapa batasan arti kata yang digunakan, seperti pengembangan wisata tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan.[41] Pengembangan dalam skripsi ini diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dari adanya suatu tempat wisata yang membutuhkan perbaikan-perbaikan atau pembangunan untuk kemajuan tempat wisata tersebut, dalam hal ini lebih kepada fasilitas pendukung tempat wisata.

E.     Metode Penelitian dan Penggunaan Sumber
Metode penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, kemudian penelitian untuk menyimpulkan, mengorganisasikan dan menafsirkan apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam khasanah ilmu pengetahuan manusia. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah Kritis, yaitu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peristiwa dan peninggalan masa lalu. Metode ini merupakan cara pemecahan masalah dengan menggunakan data atau peninggalan-peninggalan masa lalu untuk memahami peristiwa yang terjadi, dan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau secara imajinatif.[42]
Adapun tahapan-tahapan metode sejarah kritis adalah sebagai berikut:
a.        Heuristik, yaitu proses pengumpulan data dan menemukan sumber berupa dokumen-dokumen, baik tertulis maupun lisan dari peristiwa masa lampau sebagai sumber sejarah. Adapun sumber sejarah tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa arsip Surat Keputusan Bupati Kuningan tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Denah Gedung Perundingan Linggajati, Peta Kabupaten Kuningan, Peta Potensi Pariwisata, Peta Desa Linggajati. Pada pencarian sumber tertulis tersebut tidak menemui kendala yang berarti, karena bantuan dari beberapa pejabat dan staf dari berbagai instansi terkait yang secara terbuka mau membantu mencari sumber-sumber arsip yang diperlukan. Selain pengumpulan sumber tertulis, juga dilakukan pengumpulan sumber lisan. Metode ini dilakukan melalui wawancara terhadap sejumlah saksi/pelaku sejarah di wilayah penelitian meliputi tokoh-tokoh masyarakat, beberapa pejabat instansi terkait, pengelola Gedung Perundingan Linggajati, dan beberapa perangkat desa. Pada pencarian sumber lisan ini terdapat berberapa kendala di lapangan, misalnya saat membuat janji wawancara dengan pelaku atau saksi sejarah yang sering tertunda karena bermacam alasan, namun dengan ketekunan dan kesabaran masalah tersebut dapat terselesaikan. Metode sejarah lisan juga berguna untuk mengungkapkan keterangan-keterangan penting terkait permasalahan yang tidak ditemukan dalam sumber tertulis.
b.       Kritik Sumber, merupakan tahap kedua setelah sumber-sumber yang diperlukan terpenuhi. Kritik ekstern dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui keotentikan atau keaslian bahan dan tulisan dalam sumber tertulis. Kritik intern diperlukan untuk menilai isi sumber yang dikehendaki untuk mendapatkan kredibilitas sumber.
c.        Sintesa atau interpretasi, yaitu tahapan untuk menafsirkan fakta serta membandingkannya untuk selanjutnya menceritakannya kembali. Setelah sumber diseleksi selanjutnya dilakukan tahapan sintesa untuk mengurutkan dan merangkaikan fakta-fakta yang diperoleh serta mencari hubungan sebab-akibat.
d.       Historiografi atau Penulisan Sejarah, yaitu proses mensintesakan fakta atau proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang bersifat historis kritis analitis dan bersifat ilmiah berdasarkan fakta yang diperoleh. Dengan demikian pengembangan wisata di kawasan Linggajati dapat terungkap secara kronologis.


F.     Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan disajikan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu :
            Bab I merupakan bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan dan permasalahannya, ruang lingkup baik spasial maupun temporal, tinjauan pustaka, kerangka konseptual dan pendekatan yang digunakan, metode penelitian dan penggunaan sumber serta sistematika dalam penulisan.
            Bab II gambaran umum daerah penelitian yaitu yang bertempat di Desa Linggarjati sebagai potensi wisata di kawasan Linggajati, yang berisi gambaran tentang Desa Linggarjati, serta potensi-potensi wisata yang ada di kawasan tersebut, karena di Kuningan khususnya di kawasan Linggajati memiliki suatu potensi yang bisa di andalkan untuk di jadikan kawasan wisata.
            Bab III menguraikan tentang penataan dan pengembangan kawasan Linggajati tahun 1999-2006, melalui program-program Pemerintah untuk spengembangan, pengelolaan wisata kawasan Linggajati sepenuhnya ditangani oleh Pemerintah dan adanya suatu penunjang pariwisata yaiti adanya kesenian Desa Linggajati, dan makan minuman yang khas dari Desa Linggajati, juga disini membahas adaya suatu pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah pada tahun 2006.
            Bab IV antara lain membahas mengenai dampak dari penataan Kawasan Linggajati dengan dilihat dari kondisi objek kawasan Linggajati dan berpengaruh pada objek-objek wisata yang berada di Kabupaten Kuningan.
            Bab V akan disajikan penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan ini. Kesimpulan disini merupakan jawaban atas permasalahan dan pembahasan berupa faktor-faktor yang mendukung dan mendorong tumbuhnya pariwisata serta pengaruhnya objek-objek di kawasan Linggajati terhadap objek-objek di Kabupaten Kuningan tahun 1999-2006








                                                                                                 



[1]Gamal Suwantoro, Dasar-dasar Pariwisata (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 1997), hlm. 1.

[2]Salah Wahab, Manajemen Kepariwisataan Terjemahan Frans Gromang, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1976), hlm. 5.

[3]James J. Spillane. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya (Yogyakarta: Kanisius,1993), hlm. 47.
[4]Azrul Reza Rifqi Amiruddin, ”Pengelolaan Obyek-obyek Wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupeten Kuningan Jawa Barat” (Laporan Praktek Kerja Lapangan pada Program Keahlian Ekowisata Direktorat Progaram Diploma Institut Pertanian Bogor, 2008), hlm. 1. 

[5]Azrul Reza Rifqi Amiruddin, loc. cit.,
[6]Azrul Reza Rifqi Amiruddin, op. cit., hlm. 3. 
                                                                                                       
[7]Dading Abiding Anwar, Kuningan dalam Kenangan Remaja-Pemuda dari Masa ke Masa (Jakarta: Pustaka Nawaitu 2008), hlm. 28.

[8]Ibid.,
[9]Dading Abiding Anwar, op.  cit., hlm. 29

[10]Ibid., hlm. 31.

[11]Dading Abiding Anwar, loc. cit.,
[12] Azrul Reza Rifqi Amiruddin, op. cit., hlm. 4.

[13]Deddy. D Sudrajajat dkk, Peningkatan Kinerja Data dan Informasi pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat (Laporan Observasi Lapangan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Diklat Kepempinan Tingkat III Angkatan I, 2003), hlm.  1-2.

[14]Ibid.,
[15]Solichin Salam, Arti Linggajati dalam Sejarah (Jakarta: Gema Salam, 1992), hlm. 23.

[16]Wawancara dengan Dani Kurnia, tanggal 16 April 2009.

[17]Azrul Reza Rifqi Amiruddin, op. cit., hlm. 1-2.

[18]”Arti Linggajati dalam Sejarah”, loc. cit.,
[19]”Laporan Akhir Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Kuningan” (Pemerintah Kabupaten Kuningan, 2007), hlm. 4-10.

[20]”Mengenal Riwayat Singkat Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Kuningan” (Disparbud Kabupaten Kuningan, 2005), hlm. 1.

[21]Wawancara dengan Thucih Sunarsih, tanggal 16 April 2009.

[22]Anonim, “Menengok Sejarah Gedung Linggajati” (online), (http//www.jalanmiami.com, dikunjungi tanggal 4 November 2009).

[23]Wawancara dengan Dani Kurnia, tanggal 16 April 2009.

            [24]I Gde Pita & Putu G. Gayatri, Sosiologi Pariwisata, Kajian Sosiologis terhadap Struktur, Sistem dan Dampak-Dampak Pariwisata (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2005), hlm.109.
[25]Endang Tjitroresmi, Peran Industri Kepariwisataan dalam Perekonomian Nasional dan Daerah (Jakarta: P2E-LIPI, 2003), hlm. 105.
[26]”Laporan Akhir Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Kuningan”, Loc. cit.

[27]Wawancara dengan Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kabupaten Kuningan, Drs. H. Yayan Sopyan, (online), (http://www.kuningan.go.id., dikunjungi 4 November 2008).

[28]Ibid.,
[29]Ibid.,

[30]Ibid.,
[31]Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm. 28.
[32]Gamal Suwantoro,  Dasar-Dasar Pariwisata (Yogyakarta: ANDI OFFSET 1997).
            [33]James J. Spillane, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya (Yogyakarta: Kanisius, 1987).

[34]I Gee Pitana, Putu Gayanti, Sosiologi Pariwisata (Yogyakarta: Andi, 2005).
[35]DRS. Moh. Amir Sutaarga, Capita Selcta Museografi dan Museologi Jilid III, (Jakarta: Direktorat Permuseuman Dit-Jen Kebudayaan Depdikbud, 1985).
[36]Azrul Reza Rifqi Amiruddin, ”Pengelolaan Obyek-obyek Wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan Jawa Barat” (Laporan Praktek Kerja Lapangan pada Program Diploma Keahlian Ekowisata Institut Pertanian Bogor, 2008).

[37]Neni Triana, ”Gedung Naskah Linggajati Sebagai Salah Satu Penunjang Pariwisata di Kabupaten Kuningan” (Karya Tulis Ilmiah pada Program Diploma III Jurusan Bahasa Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari ABA Bandung, 2000).

[38]Adienda Indra Dian Maya, ”Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Tahun 1987-2003)” (Skripsi pada Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, 2008).
[39]Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 2
[40]Wahab, op. cit., hlm. 147.

[41]Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), hlm. 538.
[42] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (UI-Press: Jakarta, 1984), hlm. 18.

Tidak ada komentar: